Jangan Bercermin Di Cermin Retak Oleh Balya Nur
Karena Capres pada pilpres 2019 ini cuma dua pasang, maka sindiran salah satu capres kepada capres lain sudah niscaya ditujukan kepada siapa.
Jokowi berkampanye di hadapan yang "konon" katanya alumni UI dan sejumlah akademi tinggi lain.
Jokowi membanggakan dirinya berkarir di pemerintahan tingkat walikota, tingkat provinsi, hingga presiden.
Karirnya boleh dibilang moncer.
Lihat: Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari Tangan
Dia hanya mencicipi kesulitan saat pertama kali jadi walikota.
Tapi sesudah belajar, ia mulai “gapa” pada priode berikutnya.
Bekal pengalaman itu dibawanya ke DKI Jakarta, hingga menuju istana.
Kalau cuma hingga disitu ya nggak ada masalah. Bangga ialah hal yang wajar.
Tapi saat ia mengejek capres lawannya nggak mungkin bisa memimpin negara sebesar Indonesia alasannya ialah belum pernah punya pengalaman di tingkat yang paling bawah - maka yang muncul ialah KESOMBONGAN.
Jokowi lupa, siapa yang dulu ngotot minta ia jadi cagub DKI?
Prabowolah orangnya!
Hingga akhirnya, PDIP mengusung Jokowi, Gerindra mengusung Ahok.
Setelah Gerindra ikut bercucuran keringat dan menguras kantong demi Jokowi dan Ahok jadi orang nomor satu di DKI.
Ahok dengan entengnya menghianati Prabowo.
Dan Jokowi dengan sombongnya menganggap keberhasilannya mengalahkan petahana Fauzi Bowo hanya alasannya ialah dirinya seorang.
Serta mengejek orang yang dulu ikut berjuang tanpa pamrih menjadikannya gubernur DKI.
Ini sih bukan lagi "kacang lupa kulit", tapi sudah tahap "kacang menginjak kulitnya".
Argumen Jokowi hanya menurut kemampuan dirinya saja.
Coba tengok ke belakang.
Presiden-presiden sebelumnya juga nggak memulai karirnya dari walikota, gubernur.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, presiden-presiden pendahulunya juga bisa jadi presiden, kok.
Dibandingkan dengan presiden-presiden pendahulunya, prestasi presiden Jokowi selama 4 tahun ini juga nggak lebih baik.
Begitulah kalau orang mengukur baju orang lain dengan ukuran baju yang dipakainya.
Dia hanya berpikir, untuk mencapai kelas 4 sekolah dasar harus dimulai dari kelas 1,2,dan 3.
Lihat: Soal Media yang Berisik Pagi Siang Malam Menjelang Reuni 212
Tapi fakta lapangan, ada yang dari kelas 1 eksklusif lompat ke kelas 3, bahkan kepintarannya sudah bisa mengalahkan abang kelasnya di kelas 4 atau 5 bahkan 6.
Kalau Jokowi merasa nggak mungkin bisa memimpin negara kalau nggak dimulai dari walikota, belum tentu orang lain nggak mampu.
Sejarah telah membuktikannya! IQ tiap orang berbeda-beda, Bro!
Dulu sewaktu kita kecil, kita paling sebel kalau bermain dengan anak yang badung tapi cengeng.
Dia sering mengganggu kita, tapi kita colek sedikit saja ia nangis, ngadu ke bapaknya yang galak.
Ejekan Jokowi pada Prabowo di hadapan (katanya) alumni UI, berbanding terbalik dengan pidatonya selama ini yang selalu mengimbau supaya membuat suasana tenang selama pilpres.
Jangan saling ejek, bicarakanlah program, bla..bla..bla..
Pesan itu selalu diputar ulang hingga bosan mendengarnya.
Coba nanti jikalau contohnya Prabowo membalas usikan Jokowi, niscaya Jokowi akan menuduh rivalnya itu berbagi ujaran kebencian, tidak mengedapankan program, tidak mendidik masyarakat, bla..bla..bla…
Itulah gunanya cermin.
Jangan asal ada cermin di rumah kita, tapi bersihkan cermin itu dari bubuk hingga kita bisa melihat dengan terang wajah kita yang sebenarnya.
Jangan sekali-sekali bercermin di depan cermin retak kalau IQ kita tidak memadai.
Lihat: Memukul dengan Meminjam Tangan Lawan
Note: Artikel ini diambil dari status (opini) Facebook Babeh Balya Nur, dan admin telah mendapat izin untuk menayangkannya dalam postingan opini Awam Bicara ID.
Jokowi berkampanye di hadapan yang "konon" katanya alumni UI dan sejumlah akademi tinggi lain.

Jokowi membanggakan dirinya berkarir di pemerintahan tingkat walikota, tingkat provinsi, hingga presiden.
Karirnya boleh dibilang moncer.
Lihat: Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari Tangan
Dia hanya mencicipi kesulitan saat pertama kali jadi walikota.
Tapi sesudah belajar, ia mulai “gapa” pada priode berikutnya.
Bekal pengalaman itu dibawanya ke DKI Jakarta, hingga menuju istana.
Bercermin pada Cermin Retak
Kalau cuma hingga disitu ya nggak ada masalah. Bangga ialah hal yang wajar.
Tapi saat ia mengejek capres lawannya nggak mungkin bisa memimpin negara sebesar Indonesia alasannya ialah belum pernah punya pengalaman di tingkat yang paling bawah - maka yang muncul ialah KESOMBONGAN.
Jokowi lupa, siapa yang dulu ngotot minta ia jadi cagub DKI?
Prabowolah orangnya!
Hingga akhirnya, PDIP mengusung Jokowi, Gerindra mengusung Ahok.
Setelah Gerindra ikut bercucuran keringat dan menguras kantong demi Jokowi dan Ahok jadi orang nomor satu di DKI.
Ahok dengan entengnya menghianati Prabowo.
Dan Jokowi dengan sombongnya menganggap keberhasilannya mengalahkan petahana Fauzi Bowo hanya alasannya ialah dirinya seorang.
Serta mengejek orang yang dulu ikut berjuang tanpa pamrih menjadikannya gubernur DKI.
Ini sih bukan lagi "kacang lupa kulit", tapi sudah tahap "kacang menginjak kulitnya".
Argumen Jokowi hanya menurut kemampuan dirinya saja.
Coba tengok ke belakang.
Presiden-presiden sebelumnya juga nggak memulai karirnya dari walikota, gubernur.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, presiden-presiden pendahulunya juga bisa jadi presiden, kok.
Dibandingkan dengan presiden-presiden pendahulunya, prestasi presiden Jokowi selama 4 tahun ini juga nggak lebih baik.
Begitulah kalau orang mengukur baju orang lain dengan ukuran baju yang dipakainya.
Dia hanya berpikir, untuk mencapai kelas 4 sekolah dasar harus dimulai dari kelas 1,2,dan 3.
Lihat: Soal Media yang Berisik Pagi Siang Malam Menjelang Reuni 212
Tapi fakta lapangan, ada yang dari kelas 1 eksklusif lompat ke kelas 3, bahkan kepintarannya sudah bisa mengalahkan abang kelasnya di kelas 4 atau 5 bahkan 6.
Kalau Jokowi merasa nggak mungkin bisa memimpin negara kalau nggak dimulai dari walikota, belum tentu orang lain nggak mampu.
Sejarah telah membuktikannya! IQ tiap orang berbeda-beda, Bro!
Dulu sewaktu kita kecil, kita paling sebel kalau bermain dengan anak yang badung tapi cengeng.
Dia sering mengganggu kita, tapi kita colek sedikit saja ia nangis, ngadu ke bapaknya yang galak.
Ejekan Jokowi pada Prabowo di hadapan (katanya) alumni UI, berbanding terbalik dengan pidatonya selama ini yang selalu mengimbau supaya membuat suasana tenang selama pilpres.
Jangan saling ejek, bicarakanlah program, bla..bla..bla..
Pesan itu selalu diputar ulang hingga bosan mendengarnya.
Coba nanti jikalau contohnya Prabowo membalas usikan Jokowi, niscaya Jokowi akan menuduh rivalnya itu berbagi ujaran kebencian, tidak mengedapankan program, tidak mendidik masyarakat, bla..bla..bla…
Itulah gunanya cermin.
Jangan asal ada cermin di rumah kita, tapi bersihkan cermin itu dari bubuk hingga kita bisa melihat dengan terang wajah kita yang sebenarnya.
Jangan sekali-sekali bercermin di depan cermin retak kalau IQ kita tidak memadai.
Lihat: Memukul dengan Meminjam Tangan Lawan
Note: Artikel ini diambil dari status (opini) Facebook Babeh Balya Nur, dan admin telah mendapat izin untuk menayangkannya dalam postingan opini Awam Bicara ID.