Kisah Inspiratif Kesuksesan Tirto Utomo Pendiri Aqua
Berikut kisah ceritanya yang kami ambil dari banyak sekali sumber.
Sejarah Terbentuknya AQUA
Sebuah ruangan yang terdiri dari tiga lemari kayu, terpajang rapi banyak sekali produksi Aqua. Sebuah meja rapat bulat berukuran kecil dan meja kerja mengisi ruangan tersebut. Dari ruangan itulah Tirto Utomo mengawali lahirnya perusahaan Aqua pada 1973. “Meja ini merupakan meja yang dipakai pendiri,” kata Willy Sidharta, Presiden Direktur PT. Aqua Golden Missisippi Tbk. Tirto Utomo, warga orisinil Wonosobo, mendirikan perusahaan air munum dalam kemasan (AMDK) lantaran ketika bekerja sebagai pegawai Pertamina di awal tahun 1970-an Tirto bertugas menjamu delegasi sebuah perusahaan Amerika Serikat.
Namun jamuan itu terganggu ketika istri ketua delegasi mengalami diare yang disebabkan lantaran mengonsumsi air yang tidak bersih. Tirto kemudian mengetahui bahwa tamu-tamunya yang berasal dari negara Barat tidak terbiasa meminum air minum yang direbus, tetapi air yang telah disterilkan. Inisiatif bisnispun segera datang. Bersama saudara-saudaranya, Tirto mulai mempelajari cara memproses air minum dalam kemasan. Adiknya, Slamet Utomo diminta untuk magang di Polaris, sebuah perusahaan AMDK yang ketika itu telah beroperasi 16 tahun di Thailand.
Tidak mengherankan bila pada awalnya produk Aqua ibarat Polaris mulai dari bentuk botol kaca, merek mesin pengolahan air, hingga mesin pencuci botol serta pengisi air. Usai mengerti cara kerja pembuatan air minum dalam kemasan, Tirto mendirikan pabrik pertamanya di Pondok Ungu, Bekasi, dan menamai pabrik itu Golden Missisippi dengan kapasitas produksi enam juta liter per tahun. Tirto sempat ragu dengan nama Golden Missisippi yang meskipun cocok dengan sasaran pasarnya, ekspatriat, namun terdengar abnormal di indera pendengaran orang Indonesia. Konsultannya, Eulindra Lim, mengusulkan untuk memakai nama Aqua lantaran cocok terhadap imej air minum dalam botol serta tidak sulit untuk diucapkan. Tirto kemudian mengubah merek produknya dari Puritas menjadi Aqua.
Dua tahun kemudian, produksi pertama Aqua diluncurkan dalam bentuk kemasan botol beling ukuran 950 ml dengan harga jual Rp.75, hampir dua kali lipat harga bensin yang ketika itu bernilai Rp.46 untuk 1.000 ml.
Bermodal Keberanian
Meskipun dikala itu air mineral dalam kemasan belum ada di Indonesia, Tirto tetap yakin dengan langkahnya. Keluar dari daerah kerjanya yang mapan di Pertamina, pada 1982, Tirto mengganti materi baku (air) yang semula berasal dari sumur bor ke mata air pegunungan yang mengalir sendiri (self-flowing spring) lantaran dianggap mengandung komposisi mineral alami yang kaya nutrisi mirip kalsium, magnesium, potasium, zat besi, dan sodium.
Dengan derma Willy Sidharta, sales dan perakit mesin pabrik pertama Aqua, sistem distribusi Aqua bisa diperbaiki. Willy membuat konsep delivery door to door khusus yang menjadi cikal bakal sistem pengiriman pribadi Aqua. Konsep pengiriman memakai kardus-kardus dan galon-galon memakai armada yang didesain khusus membuat penjualan Aqua Secara konsisten membaik. tahun 1974 hingga 1978 yaitu masa-masa sulit bagi perusahaan ini. Apalagi undangan konsumen masih sangat rendah.
Masyarakat kala itu masih “asing” dengan air minum dalam kemasan. Apalagi harga 1 liter Aqua lebih mahal
daripada harga 1 liter minyak tanah. Tapi pemilik Aqua tidak menyerah. Dengan banyak sekali upaya dan kerja keras, kesannya Aqua mulai diterima masyarakat luas. Bahkan tahun 1978, Aqua telah mencapai titik BEP. Dan dikala itu menjadi kerikil loncatan kisah sukses Aqua yang terus berkembang pesat.
Saat itu memang produk Aqua ditujukan untuk market kelas menengah ke atas, baik dalam rumah tangga, kantor-kantor dan restoran. Namun semenjak tahun 1981, Aqua telah berganti kemasan dari semula beling menjadi plastik sehingga melahirkan banyak sekali varian kemasan. Hal ini menyebabkan distribusi yang lebih gampang dan harga yang lebih terjangkau sehingga produk Aqua sanggup dijangkau masyarakat dari banyak sekali kalangan.
Dari sisi kemasan, Aqua juga menjadi pelopor. Botol plastiknya ang semula berbahan PVC yang tidak ramah lingkungan, semenjak 1988 telah diganti menjadi materi PET. Padahal dikala itu di Eropa masih memakai materi PVC. Selain itu desain botol Aqua berbentuk persegi bergaris yang gampang dipegang telah menggantikan desain botol bulat Eropa. Bahkan botol PET ciptaan Aqua ini telah dijadikan standar dunia.
Pada 1984, Pabrik AQUA kedua didirikan di Pandaan, Jawa Timur. Dan Pada 1995, Aqua menjadi pabrik air mineral pertama yang menerapkan sistem produksi in line di pabrik Mekarsari. Pemrosesan air dan pembuatan kemasan AQUA dilakukan bersamaan. Hasil sistem in-line ini yaitu botol AQUA yang gres dibentuk sanggup segera diisi air bersih di ujung proses produksi, sehingga proses produksi menjadi lebih higienis.
Aqua juga sukses di mancanegara. Sejak 1987, produk Aqua telah diekspor ke banyak sekali negara mirip Singapura, Malaysia, Fillipina, Australia, Maldives, Fuji, Timur Tengah dan Afrika. Berbagai prestasi dan penghargaan pun didapatkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pada tahun 1998, lantaran ketatnya persaingan dan munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada 4 September 1998. Akusisi tersebut dianggap banyak pihak sebagai langkah sempurna sehabis beberapa cara pengembangan tidak cukup besar lengan berkuasa menyelamatkan Aqua dari bahaya pesaing baru.
Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua.
Almarhum Tirto Utomo pun dinobatkan sebagai pencetus air minum dalam kemasan dan masuk dalam “Hall of Fame” . Dan menurut survey Zenith International, sebuah tubuh survey Inggris, Aqua dinobatkan sebagai brand air minum dalam kemasan terbesar di Asia Pasifik, dan air minum dalam kemasan nomor dua terbesar di dunia. Sebuah prestasi yang mungkin tidak pernah dikira-kira.
Nekat Mendirikan AQUA
Tirto Utomo, kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah 8 Maret 1930, harus bersekolah Magelang yang berjarak sekitar 60 kilometer, ketika SMP, lantaran memang di Wonosobo belum ada SMP.
■ Perjalanan itu ditempuh dengan sepeda.
Dibesarkan dari anak seorang pengusaha susu sapi an pedagang ternak, lulus SMP, Tirto Utomo melanjutkan sekolah ke HBS (sekolah setingkat Sekolah Menengan Atas di zaman Hindia Belanda) di Semarang dan kemudian di Malang. Masa cukup umur Tirto Utomo dihabiskan di Malang dan di situlah ia bertemu dengan Lisa/Kienke (Kwee Gwat Kien), yang kelak menjadi istrinya.
Semasa kuliah Tirto mengisi waktu luang dengan menjadi wartawan Jawa Pos dengan kiprah khusus meliput berita-berita pengadilan. Namun, kemudian Tirto pindah ke Jakarta sambil kuliah ia bekerja sebagai Pimpinan Redaksi harian Sin Po dan majalah Pantja Warna.
Pada tahun 1959. Tirto diberhentikan sebagai pemimpin redaksi Sin Po. Akibatnya sumber keuangan keluarga menjadi tidak jelas. Tirto Utomo menuntaskan kuliahnya di Fakultas Hukum UI. Sementara Lisa berperan sebagai pencari nafkah yaitu dengan mengajar dan membuka usaha catering, Tirto mencar ilmu dan juga ikut membantu istrinya. Pada Oktober 1960 Tirto Utomo berhak menyandang gelar Sarjana Hukum dan bekerja di Pertamina.
Kedudukan Tirto Utomo sebagai Deputy Head Legal dan Foreign Marketing membuat sebagian besar hidupnya berada di luar negeri. Pada usia 48 tahun, Tirto Utomo menentukan pensiun dini untuk menangani beberapa perusahaan pribadinya yakni AQUA, PT. Baja Putih, dan restoran Oasis. Di kalangan karyawan dan teman-temannya, Tirto dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana, ramah, murah senyum, namun cerdas berpikir. Dalam hubungannya dengan bawahan, ia menganut gaya administrasi kekeluargaan dan mempercayai kemampuan karyawannya melalui sejumlah pengembangan dan training manajemen.
“Banyak orang menerka bahwa memproduksi air kemasan yaitu hal yang mudah. Mereka pikir yang dilakukan hanyalah memasukkan air kran ke dalam botol. Sebetulnya, tantangannya yaitu membuat air yang terbaik, mengemasnya dalam botol yang baik dan menyampaikannya ke konsumen.” Kata Tirto Utomo.
Tirto memang sudah wafat pada tahun 1994 namun prestasi Aqua sebagai produsen air minum dengan merek tunggal terbesar di dunia tetap dipertahankan hingga sekarang.
“Dulu bukan main sulitnya. Dikasih saja orang tidak mau. Untuk apa minum air mentah’, itulah celaan yang tak jarang kami terima,” ujar Willy Sidharta.
Saat itu minuman ringan berkabonasi mirip Cola Cola, Sprite, 7 Up, dan Green Spot sedang naik daun sehingga gagasan menjual air putih tanpa warna dan rasa, bisa dianggap sebagai gagasan gila.
Kesimpulan :
Kesuksesan tidak bisa diraih dengan instan, butuh perjuangan, usaha, do’a dan kerja keras jikalau ingin mendapat kesuksesan .