Pemilu 2019 - Pesta Demokrasi Yang Berakhir Duka
Pemilu 2019 - Pemilu kali ini bukanlah pesta demokrasi namun murung demokrasi.
Tidak usahlah bicara persoalan “kecurangan”, alasannya yaitu “kecurangan” yang beredar yaitu HOAX dan kata “kecurangan” bukanlah kata yang tepat, lebih tepatnya yaitu “kekeliruan”.
Karena kekeliruan dapat direvisi, mengingat kini tengah viral kata-kata revisi.
Duka demokrasi yang dimaksud yaitu meninggalnya 119 orang jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hingga dengan tanggal 23 April 2019.
Dan yang sakit mencapai 548 orang (Mengapa Hukum Bisa Tumpul Keatas dan Tajam Kebawah?
Sama mirip kalaulah ada “kecurangan” di 100 TPS juga tidak akan terlalu kuat dan dilarang dilegitimasi alasannya yaitu 810.000 TPS baik-baik saja dan berlangsung fair dan tidak adil kalau diperlakukan dengan sedikit TPS yang diduga bermasalah.
Artinya kalaulah itu dianalogikan, KPU tidak perlu memikirkan petugas KPPS yang sehat dan baik-baik saja, cukuplah KPU memikirkan petugas KPPS yang meninggal dan sakit.
Misalnya dengan memperlihatkan santunan, alasannya yaitu tidak fair kalau KPU juga memperlihatkan proteksi kepada petugas KPPS yang sehat dan baik-baik saja.
Terhadap Petugas KPPS yang akan diberikan proteksi pun, KPU-pun kelabakan alasannya yaitu anggaran KPU terbatas, KPU pun harus “mengemis” kepada Pemerintah.
Meski jumlah korban tidak hingga 1% dari jumlah TPS Pemilu kemarin, kabar baiknya bahwa Menteri Keuangan sudah menyiapkan dana proteksi kepada petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit.
Dari hal tersebut diketahui bahwa ternyata meski jumlah korban petugas KPPS tidak sebanding kalau dibandingkan dengan jumlah TPS, namun ini menjadi perhatian serius bagi KPU.
Pemerintah hingga Presiden menyebut Petugas KPPS yang meninggal dunia yaitu pejuang demokrasi.
Baca juga: Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari
Lalu bagaimana dengan Petugas KPPS yang masih sehat dan baik-baik saja?
Ya tidak usah digeneralisasikan, tidak usah direcoki, toh mereka baik-baik saja.
Apalagi yang tidak meninggal dunia tidak disebut sebagai pejuang demokrasi.
Padahal semua penyelenggara pemilu yaitu pejuang demokrasi termasuk pemilih dan yang dipilih.
Apalagi petugas penyelenggara Pemilu yang tidak dipilih melalui fit & proper test.
Karena saat seseorang dipilih melalui fit &proper test tentu orang tersebut sebelumnya tidak fit & proper, sehingga harus menempuh ujian fit & proper.
Akhirnya dapat ditebak negara ini mendapat prestasi yang jelek bagi penyelenggaraan Pemilu kali ini.
Seolah-olah negara ini gres pertama kali menyelenggarakan pemilu yang katanya salah satu pesta demokrasi.
Indikatornya yaitu banyaknya isu-isu dan kritik kepada forum tertinggi penyelenggaraan pemilu.
Mulai dari ada Partai yg awalnya tidak lolos verifikasi ikut Pemilu namun untungnya menang di Bawaslu hingga kesannya dapat ikut pemilu.
Kemudian informasi kotak bunyi yang dari “kardus”, yang gres kali ini juga kita melihat ada beberapa kotak bunyi dibungkus dengan plastik bening, entah apa tujuannya.
Kemudian ada lagi informasi dan kritik wacana debat capres/ cawapres dengan informasi “kisi-kisi” jawaban.
Kemudian mengenai kritik orang asing yang dapat mencoblos, yang mana hanya di pemilu kali ini orang asing dapat mencoblos.
Belum lagi kritik ada kekeliruan input hasil Pemilu. Dan kalau mau ditulis, tidak akan cukup dalam waktu satu hari, hingga kesannya banyak merenggut korban nyawa anggota KPPS.
Yang mana merupakan catatan paling jelek bagi penyelenggaraan Pemilu kali ini.
Mengalahkan Pemilu zaman Orba yang mana dulu katanya dikenal lebih diktatorial dan penuh “kecurangan” meskipun tidak ada buktinya, alasannya yaitu kini kan zaman pakai bukti kalau gak ada buktinya namanya HOAX.
Baca juga: Tuduhan Radikal dan Seracen Kembali Kealamat Pengirim
Semua kritik dan saran yg ditujukan itu alasannya yaitu tidak profesional dan rendahnya integritas.
Lembaga dan orang niscaya memiliki kadar kesalahan tapi tidak semua dijadikan materi kritik, mirip lauk makanan cukuplah kritikan itu alasannya yaitu kurang asin.
Tetapi ini tidak! Sudah kurang asin, kurang asam, kurang manis, pahit pula.
Semoga petugas penyelenggara Pemilu yang lapang dada dalam bertugas menjadi amal jariyah bukan demi pesta demokrasi tapi demi mengurangi murung demokrasi
Tidak usahlah bicara persoalan “kecurangan”, alasannya yaitu “kecurangan” yang beredar yaitu HOAX dan kata “kecurangan” bukanlah kata yang tepat, lebih tepatnya yaitu “kekeliruan”.
Karena kekeliruan dapat direvisi, mengingat kini tengah viral kata-kata revisi.
Duka demokrasi yang dimaksud yaitu meninggalnya 119 orang jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hingga dengan tanggal 23 April 2019.
Dan yang sakit mencapai 548 orang (Mengapa Hukum Bisa Tumpul Keatas dan Tajam Kebawah?
Pesta Demokrasi yang Berakhir Duka
Sama mirip kalaulah ada “kecurangan” di 100 TPS juga tidak akan terlalu kuat dan dilarang dilegitimasi alasannya yaitu 810.000 TPS baik-baik saja dan berlangsung fair dan tidak adil kalau diperlakukan dengan sedikit TPS yang diduga bermasalah.
Artinya kalaulah itu dianalogikan, KPU tidak perlu memikirkan petugas KPPS yang sehat dan baik-baik saja, cukuplah KPU memikirkan petugas KPPS yang meninggal dan sakit.
Misalnya dengan memperlihatkan santunan, alasannya yaitu tidak fair kalau KPU juga memperlihatkan proteksi kepada petugas KPPS yang sehat dan baik-baik saja.
Terhadap Petugas KPPS yang akan diberikan proteksi pun, KPU-pun kelabakan alasannya yaitu anggaran KPU terbatas, KPU pun harus “mengemis” kepada Pemerintah.
Meski jumlah korban tidak hingga 1% dari jumlah TPS Pemilu kemarin, kabar baiknya bahwa Menteri Keuangan sudah menyiapkan dana proteksi kepada petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit.
Dari hal tersebut diketahui bahwa ternyata meski jumlah korban petugas KPPS tidak sebanding kalau dibandingkan dengan jumlah TPS, namun ini menjadi perhatian serius bagi KPU.
Pemerintah hingga Presiden menyebut Petugas KPPS yang meninggal dunia yaitu pejuang demokrasi.
Baca juga: Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari
Lalu bagaimana dengan Petugas KPPS yang masih sehat dan baik-baik saja?
Ya tidak usah digeneralisasikan, tidak usah direcoki, toh mereka baik-baik saja.
Apalagi yang tidak meninggal dunia tidak disebut sebagai pejuang demokrasi.
Padahal semua penyelenggara pemilu yaitu pejuang demokrasi termasuk pemilih dan yang dipilih.
Apalagi petugas penyelenggara Pemilu yang tidak dipilih melalui fit & proper test.
Karena saat seseorang dipilih melalui fit &proper test tentu orang tersebut sebelumnya tidak fit & proper, sehingga harus menempuh ujian fit & proper.
Akhirnya dapat ditebak negara ini mendapat prestasi yang jelek bagi penyelenggaraan Pemilu kali ini.
Seolah-olah negara ini gres pertama kali menyelenggarakan pemilu yang katanya salah satu pesta demokrasi.
Indikatornya yaitu banyaknya isu-isu dan kritik kepada forum tertinggi penyelenggaraan pemilu.
Mulai dari ada Partai yg awalnya tidak lolos verifikasi ikut Pemilu namun untungnya menang di Bawaslu hingga kesannya dapat ikut pemilu.
Kemudian informasi kotak bunyi yang dari “kardus”, yang gres kali ini juga kita melihat ada beberapa kotak bunyi dibungkus dengan plastik bening, entah apa tujuannya.
Kemudian ada lagi informasi dan kritik wacana debat capres/ cawapres dengan informasi “kisi-kisi” jawaban.
Kemudian mengenai kritik orang asing yang dapat mencoblos, yang mana hanya di pemilu kali ini orang asing dapat mencoblos.
Belum lagi kritik ada kekeliruan input hasil Pemilu. Dan kalau mau ditulis, tidak akan cukup dalam waktu satu hari, hingga kesannya banyak merenggut korban nyawa anggota KPPS.
Yang mana merupakan catatan paling jelek bagi penyelenggaraan Pemilu kali ini.
Mengalahkan Pemilu zaman Orba yang mana dulu katanya dikenal lebih diktatorial dan penuh “kecurangan” meskipun tidak ada buktinya, alasannya yaitu kini kan zaman pakai bukti kalau gak ada buktinya namanya HOAX.
Baca juga: Tuduhan Radikal dan Seracen Kembali Kealamat Pengirim
Semua kritik dan saran yg ditujukan itu alasannya yaitu tidak profesional dan rendahnya integritas.
Lembaga dan orang niscaya memiliki kadar kesalahan tapi tidak semua dijadikan materi kritik, mirip lauk makanan cukuplah kritikan itu alasannya yaitu kurang asin.
Tetapi ini tidak! Sudah kurang asin, kurang asam, kurang manis, pahit pula.
Semoga petugas penyelenggara Pemilu yang lapang dada dalam bertugas menjadi amal jariyah bukan demi pesta demokrasi tapi demi mengurangi murung demokrasi