Perlawanan Dalam Sanksi Obyek Jaminan Hak Tanggungan Menurut Titel Eksekutorial - Bab 2

Ketua Pengadilan Negeri (KPN) sesudah mendapatkan permohonan itu segera memanggil debitor yang ingkar kesepakatan dan mengingatkan (aanmaning) debitor dalam jangka waktu 8 (delapan) hari untuk memenuhi kewajibannya yaitu membayar utangnya dengan sukarela dan sekaligus lunas.

 sesudah mendapatkan permohonan itu segera memanggil debitor yang ingkar kesepakatan dan mengingatk Perlawanan dalam Eksekusi Obyek Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Titel Eksekutorial - Bagian 2

Tenggang waktu aanmaning ditentukan oleh undang-undang paling usang 8 (delapan) hari terhitung semenjak teguran itu dijalankan. Batas waktu 8 (delapan) hari merupakan batas waktu maksimal.

KPN sanggup menentukan batas waktu yang lebih singkat sebelum 8 (delapan) hari jikalau dianggap waktu 8 (delapan) hari terlalu lama. Namun demikian KPN harus melihat sifat dan bentuk pemenuhan prestasi yang harus dilaksanakan.

Jika bentuk pelaksanaan prestasinya dianggap sulit contohnya  menyangkut pengosongan rumah yang dihuni oleh pihak tereksekusi, maka akan lebih bijaksana jikalau KPN sanggup menawarkan waktu yang maksimal, mengingat upaya pengosongan rumah memerlukan waktu yang cukup usang untuk memindahkan barang-barang milik termohon eksekusi.

Perlawanan dalam Eksekusi Obyek Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Titel Eksekutorial - Bagian 2


Namun jikalau bentuk pelaksanaan prestasinya bersifat gampang dan sederhana, maka demi menawarkan efisiensi waktu, KPN dapa memutuskan waktu kurang dari 8 (delapan) hari.

Dalam tahapan ini, berdasarkan Sudikno Mertokusumo Pengadilan berperan untuk mempertahankan atau menjamin ditaatinya aturan materiil, sebagaimana diatur dalam aturan program perdata yang berlaku.

Menurut Sunaryati Hartono, aturan program perdata intinya ialah bersifat mengikat bagi Hakim dalam menjalankan tugasnya. 

Apabila terhadap peringatan itu tidak diindahkan dan atau pihak yang kalah dipanggil tidak tiba menghadap meskipun telah dipanggil secara patut maka KPN alasannya jabatannya akan mengeluarkan surat perintah untuk menyita benda jaminan milik termohon sanksi (debitor) yang telah dibebani Hak Tanggungan sesuai dengan permohonan sanksi yang diajukan oleh pemohon sanksi (kreditor).

Sehingga kiranya cukup untuk membayar jumlah yang disebutkan dalam keputusan itu dan biaya-biaya sanksi (menjalankan keputusan).

KPN akan memerintahkan semoga tanah objek Hak Tanggungan tersebut diletakkan sita eksekutorial. Sita eksekusi dijalankan berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Negeri (KPN).

Jika pihak yang mempunyai kewajiban untuk berprestasi tidak mau melaksanakannya secara sukarela, maka pelaksanaannya akan dilakukan oleh pengadilan melalui proses sanksi berdasarkan permohonan dari pihak yang bersangkutan.

Perintah pelaksanaan sita sanksi berbentuk penetapan yang isinya memerintahkan kepada Panitera atau Jurusita Pengadilan untuk meletakkan sita terhadap barang-barang milik termohon eksekusi. Sita sanksi dilaksanakan pada proses sanksi pembayaran sejumlah uang (verkoop executie).

Sita sanksi mempunyai peranan yang hampir sama dengan sita jaminan (Conservatoir Beslag) yaitu untuk menjamin suatu tuntutan sanggup terpenuhi.

Dalam kaitannya dengan sertifikat perdamaian, sita sanksi mempunyai peranan yang cukup penting alasannya peletakan sita sanksi terhadap kekayaan milik termohon sanksi akan sanggup menghindari kekeliruan terhadap objek sanksi ketika menjalankan proses penjualan lelang.

Prinsip sita sanksi merupakan bentuk permulaan dari proses penjualan lelang. 

Dengan adanya Berita Acara Aanmaning maka KPN mengeluarkan Surat Penetapan yang berisi bahwa sebelum pelaksanaan sanksi lelang dilaksanakan, terlebih dahulu harus diletakkan Sita Eksekusi terhadap barang-barang jaminan, dengan memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri atau jikalau ia berhalangan maka menunjuk penggantinya yang sah, dengan disertai oleh 2 (dua) orang saksi untuk melaksanakan Sita Eksekusi.

Tata cara dan syarat-syarat sita sanksi diatur dalam Pasal 197 HIR atau pasal 209 RBG. Terbitnya surat perintah untuk Sita Eksekusi barang-barang jaminan tersebut, harus diawali dengan meneliti dan mengusut adanya permohonan yang diajukan oleh pemohon sanksi (kreditor), baik itu dilakukan sendiri maupun melalui kuasanya.

Hal inin mengandung maksud bahwa Pengadilan sanggup mengetahui apakah dalam batas waktu yang telah ditetapkan tersebut pihak yang kalah sudah memenuhi atau mematuhi isi putusan. Setelah adanya penetapan sanksi dari Ketua Pengadilan Negeri, selanjutnya panitera menentukan kapan sanksi dilaksanakan.

Panitera akan menciptakan surat pembertiahuan perihal kepastian hari diadakannya sanksi yang ditujukan kepada pemohon eksekusi, termohon eksekusi, Kepala Desa setempat, Kecamatan dan Kepolisian. 

Tujuan semoga pihak Kelurahan setempat turut mengawasi terhadap barang-barang jaminan yang telah diletakkan Sita Eksekusi semoga tidak dipindahtangankan, dijual, digadaikan kepada pihak lain sebelum termohon sanksi (debitor) memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya kepada pemohon sanksi (kreditor).

Kemudian Kepala Kelurahan setempat dimintakan bantuannya semoga Berita Acara Sita Eksekusi tersebut diumumkan berdasarkan cara yang lazim dipakai di Kelurahan setempat sehingga sanggup diketahui dan dibaca oleh umum.

Mengenai Sita Eksekusi ini juga telah dicatat/ didaftarkan di Kantor Pertanahan dalam buku register. 

Namun demikian dalam hal termohon sanksi memenuhi panggilan sidang aanmaning maka KPN menawarkan kesempatan kepada termohon untuk melaksanakan sanksi secara sukarela serta diberikan pula kesempatan bagi para pihak, yaitu pemohon dan termohon, untuk menuntaskan perselisihan secara damai.

Dalam praktiknya KPN menawarkan waktu sekitar 10 (sepuluh) hari bagi para pihak terkait sanksi untuk menuntaskan secara damai.

Apabila dalam batas waktu tenggang yang diberikan tersebut telah lewat dan sanksi secara sukarela juga belum dilaksanakan maka KPN akan memerintahkan jurusita untuk menyita obyek jaminan Hak Tanggungan.

Apabila sesudah disita, debitor tetap lalai, maka tanah tersebut akan dilelang. Pelaksanaan tersebut terlebih dahulu akan diumumkan selama 2 (dua) kali berturu-turut dalam surat kabar yang terbit dikota dimaksud dengan batas waktu tenggang 15 (lima belas) hari antara pengumuman yang pertama dengan pengumuman yang kedua.

Uang hasil lelang akan dipergunakan untuk membayar tagihan dari bank tersebut, sesudah terlebih dahulu dibayar biaya perkara, termasuk biaya lelang dan apabila masih terdapat kelebihannya, maka kelebihan tersebut akan dikembalikan kepada debitor.

Penyelenggaraan lelang atas objek Hak Tanggungan sanggup dilaksanakan melalui sumbangan balai lelang, namun demikian sesuai dengan Vendu Reglement (VR) lelangnya tetap harus dilaksanakan dihadapan pejabat lelang dari kantor lelang negara. 

Pasal 1 Peraturan Lelang (Vendu Reglement stb 1908-189) bahwa peraturan penjualan lelang dimuka umum di Indonesia (Reglement op de openbare verkoopengen in Indonesia) merumuskan bahwa penjualan dimuka umum termasuk dalam hal ini penjualan lelang dalam rangka sanksi oleh Pengadilan Negeri harus dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Penjualan secara lelang mempunyai kelebihan yang salah satunya ialah kepastian aturan dengan pengertian bahwa peaksanaan lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang menghasilkan sertifikat otentik yang disebut Risalah Lelang.

Risalah Lelang ini sanggup dipergunakan oleh pemenang lelang sebagai bukti perolehan hak dan dan sebagai dasar untuk membalik nama objek lelang menjadi atas nama pemenang lelang, sehingga Risalah Lelang ini digolongkan sebagai Acte Van Trancport. 

Adapun persyaratan-persyaratan umum sebagai kelengkapan lelang sanksi dalam rangka sanksi oleh Pengadilan Negeri yang diminta oleh KPKNL ialah sebagai berikut :
  1. Surat Permohonan Lelang
  2. Salinan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri untuk melaksanakan lelang
  3. Berita Acara Sita Jaminan atau Sita Eksekusi 
  4. Salinan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri untuk melaksanakan sita
  5. Salinan Keputusan Ketua Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung mengenai pokok perkara
  6. Sertifikat Hak Tanggungan dan Akta Hak Tanggungan 
  7. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)
  8. Rincian Utang Debitor (fixed)
  9. Pemberitahuan Lelang
  10. Bukti-bukti Kepemilikan, menyerupai buku tanah
  11. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), apabila yang dilelang ialah Hak Atas Tanah
  12. Bukti Pengumuman Lelang
Pelelangan barang jaminan ketika ini dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/ PMK. 06/ 2010 tertanggal 23 April 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. 

Menurut Pasal 1 angka 4 dinyatakan bahwa Lelang Eksekusi ialah lelang untuk melaksanakan putusan/ penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/ atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. 

KPKNL ialah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab pribadi kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Keuangan di masing-masing propinsi.

Dalam risalah lelang sanggup diketahui siapa pemenang lelangnya serta harga jual objek jaminan Hak Tanggungan. Pemenang lelang dalam waktu yang segara akan menguasi objek lelang. Pada umumnya objek lelang masih dikuasai oleh debitor dan/ atau pihak lainnya. 

Dalam hal demikian maka pemenang lelang akan meminta sumbangan pengadila  untuk mengosongkan objek jaminan dengan mengajukan permohonan aanmaning untuk pengosongan. 

KPN berdasarkan permohonan dimaksud akan mengeluarkan Penetapan Aanmaning untuk pengosongan dan berkoordinasi dengan seluruh pihak yang terkait dengan pengosongan objek jaminan, menyerupai pegawanegeri Polsek setempat, Babinsa, Petugas Kelurahan, Ketua RT/ RW setempat, dan pihak lainnya. 

Pengosongan ini akan dijalankan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan. 

Jurusita pada kesempatan pertama akan mengupayakan pengosongan secara persuasif dengan meminta kepada pihak yang menguasai objek jaminan semoga segera meninggalkannya dengan sukarela. 

Dalam hal upaya persuasif tersebut belum berhasil maka akan dilakukan upaya pengosongan secara paksa.

Berdasarkan uraian dari seluruh tahapan dalam sanksi jaminan Hak Tanggungan melalui titel eksekutorial sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 195 hingga dengan pasal 200 HIR/ RBg tersebut diatas, maka sanggup dijelaskan bahwa proses sanksi ini dalam praktiknya membutuhkan waktu berkisar kurang lebih 3 (tiga) bulan, dengan rincian sebagai berikut :
  1. Aanmaning  8 (delapan) hari kerja
  2. Kesempatan untuk berdamai 10 (sepuluh) hari kerja
  3. Sita Jaminan 10 (sepuluh) hari kerja
  4. Lelang 29 (tiga puluh) hari kerja
  5. Aanmaning untuk pengosongan 8 (delapan) hari kerja
  6. Persiapan pengosongan (koordinasi dengan seluruh pihak terkait) hingga dengan sanksi pengosongan riil 30 (tiga puluh) hari kerja
Total 96 (sembilan puluh enam) hari kerja

Eksekusi Penetapan Pengadilan terhadap objek jaminan Hak Tanggungan dalam praktiknya sering menjadikan keberatan atau perlawanan atas penyitaan yang diletakkan terhadap objek jaminan. 

Salah satu penyebabnya ialah besarnya utang yang belum pasti, ketidakjelasan status aturan kepemilikan objek jaminan, bahkan ada pihak lain (pihak ketiga) yang masih berhak atas kepemilikan tanah tersebut. 

Dengan demikian dalam suatu proses penyelesaian masalah sengketa sanksi jaminan Hak Tanggungan atas tanah dihentikan menjadikan kerugian pada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. 

Dalam keadaan demikian maka Hakim wajib meneliti apakah objek Hak Tanggungan yang diajukan oleh kreditor untuk meminta penetapan sanksi benar-benar milik debitor dengan melaksanakan investigasi insedentil, yakni memerintahkan Jurusita untuk mengecek ke Kantor Pertanahan (BPN) dimana objek jaminan berada khususnya mengenai terdaftar atau tidaknya objek jaminan dimaksud atas nama debitor.

Dalam sanksi hak tanggungan tidak sedikit debitor atau pihak ketiga yang melaksanakan upaya aturan untuk menghambat proses sanksi yang hendak dijalankan oleh KPN. 

Debitor sengaja melakukannya untuk menghambat proses dan nasabah debitor merasa dirugikan oleh kecurangan kreditor dalam menghitung angsuran utang. 

Pihak bank kemudian menciptakan pengumuman lelang disurat kabar. Atas dasar pengumuman tersebut, pihak pelawan mengajukan perlawanan dengan alasan tanah yang akan dilelang tersebut ialah milik pelawan. 

Atas uraian tersebut diatas, sanggup disimpulkan bahwa Perbankan dalam praktiknya menentukan sanksi berdasarkan titel eksekutorial sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) abjad b UUHT. 

Bentuk penyelesaian ini menawarkan rasa keadilan bagi perbankan dalam upaya pengembalian dana yang telah disalurkan kepada debitor. 

Namun dari total permohohan sanksi Hak Tanggungan yang diajukan ke Pengadilan Negeri, sekitar lebih dari 30 persennya mendapatkan perlawanan, baik dari debitor sendiri ataupun dari pihak ketiga. 

Dalam investigasi somasi perlawanan atas sanksi HT di masa depan sanggup ditetapkan mekanisme investigasi sederhana dimana Hakim hanya mengusut adanya pembayaran lunas dari debitor selaku termohon eksekusi, maupun adanya bukti kepemilikan yang sah dari pihak ketiga lainnya. 

Untuk itu diperlukan semoga Pemerintah untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur somasi perlawanan atas sanksi HT melalui Pengadilan semoga cukup diputuskan pada tingkat pengadilan negeri dan pribadi berkekuatan aturan tetap sehingga sanggup segera dieksekusi.

Sumber : Jurnal Hukum dan Peradilan Volume 3, Nomor 1 Maret 2014

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel